Jujur aja, jadi penulis itu kadang kayak main sulap: harus bisa ngobrol, jual ide, dan bikin orang percaya hanya lewat kata-kata. Gue sempet mikir waktu pertama kali kirim proposal ke klien besar—rasanya deg-degan, ngetik sambil ngulang-ngulang kata agar terdengar profesional tapi gak kaku. Dari pengalaman itu gue belajar banyak: penulisan konten bukan sekadar nulis, tapi merangkai strategi, CV yang meyakinkan, artikel yang klik, dan editing yang merapikan semua kekacauan kreatif kita.
Proposal itu pintu pertama. Kalau pintunya kebuka, kita bisa ngobrol lebih jauh; kalau nggak, ya cuma diam di folder spam. Intinya, bikin ringkas, jelas, dan fokus pada solusi. Mulai dengan ringkasan singkat—apa masalah klien dan bagaimana kita menyelesaikannya. Sertakan timeline, deliverable, dan estimasi biaya. Gue pernah nulis proposal yang penuh jargon—hasilnya ditolak. Sejak itu gue belajar: gunakan bahasa yang mudah dimengerti, tunjukkan contoh kerja relevan, dan jangan lupa CTA (call to action) yang sopan tapi tegas.
CV menurut gue bukan sekadar daftar pengalaman; itu mini-cerita tentang siapa kita sebagai penulis. Banyak orang masih ngasih CV yang kaku: tanggal, perusahaan, tugas. Coba ubah formatnya jadi “hasil” daripada “tugas”. Misal: bukan “menulis artikel”, tapi “meningkatkan traffic blog 30% lewat seri artikel SEO”. Tambahin sedikit personal touch: satu kalimat tentang gaya penulisan atau niche favorit. Gue pernah bantu teman ubah CV, dan dia tiba-tiba dipanggil interview karena CV-nya jadi lebih ‘hidup’.
Menulis artikel itu soal menemukan hook yang kuat. Pembaca hari ini gampang bosen, jadi paragraf pertama harus menggigit. Struktur yang gue suka: hook, problem, solusi, dan call to action halus. Setelah draf pertama, jangan langsung kirim—ini tempat editing berperan. Editing itu bukan cuma koreksi typo, tapi merapikan flow, menyederhanakan kalimat, dan memastikan tiap paragraf punya tujuan. Kadang gue pake teknik “baca keras-keras” untuk cari kalimat yang terdengar canggung.
Kalau lagi mepet waktu atau butuh bantuan profesional, ada juga opsi outsourcing. Banyak jasa penulisan konten yang bisa bantu dari proposal sampai editing—gue sendiri pernah kerja sama tim yang rapi dan cepat, malah sempet rekomendasiin cemwritingservices ke beberapa kolega. Yang penting: pilih yang transparan soal revisi dan hak cipta.
Sebelum kirim proposal, CV, atau artikel, biasanya gue cek beberapa hal ini: apakah headline jelas? Apakah ada bukti (data atau portofolio)? Apakah CTA terlihat? Sudahkah dikoreksi typo? Apakah nada suara sesuai target audiens? Checklist sederhana ini sering nolong banget. Gue kadang buat checklist di sticky note di monitor supaya gak kelewatan pas deadline mepet.
Editing juga butuh jeda. Jangan edit langsung setelah nulis; biarkan naskah ‘istirahat’ beberapa jam atau semaleman kalau ada waktu. Perspektif baru bikin kita lebih keras menilai dan lebih mudah menemukan bagian yang mubazir atau repetitif. Untuk artikel panjang, pisah editing dalam beberapa tahap: struktur, bahasa, dan terakhir proofread. Kalau bisa, minta feedback satu orang lain—mata beda sering nemu yang kita lewatkan.
Dalam penulisan konten, konstan itu lebih penting daripada sempurna. Maksudnya, lebih baik rutin produksi dengan kualitas yang konsisten daripada menunggu sempurna lalu stagnan. Klien suka konsistensi karena itu berarti mereka bisa mengandalkan kita. Gue sendiri belajar menyeimbangkan kecepatan dan kualitas—kadang harus bilang “kita butuh satu revisi lagi” demi hasil yang lebih oke.
Ada juga sisi personal: jangan takut nunjukin suara sendiri. Banyak penulis takut terlalu personal karena khawatir dianggap unprofessional. Padahal, suara unik itu yang bikin tulisan kita mudah dikenali. Tentunya tetap jaga etika dan konteks klien ya, tapi sedikit warna personal itu seringkali membuat tulisan lebih engaging.
Kalau ditanya saran akhir: latih terus kemampuan menulis dan editing, pelajari dasar-dasar copywriting, dan jangan malu minta bantuan atau belajar dari jasa yang sudah berpengalaman. Penulisan konten itu perjalanan—kadang mulus, kadang penuh revisi. Yang penting, kita tetap antusias setiap kali punya halaman kosong di depan.
Penutup kecil dari gue: jadi penulis itu kayak curhat yang dibayar. Kita jual cerita, solusi, dan kepercayaan. Jadi, kalau lagi buntu atau galau soal proposal, CV, atau editing, tarik napas, bikin secangkir kopi, dan mulai dari satu kalimat yang jujur. Biasanya itu udah cukup buat memulai lagi.
Jasa Penulisan Konten dan Panduan Membuat Proposal CV Artikel Editing Sambil menyesap kopi yang sudah…
Kalau kamu sedang menapaki jalan menulis untuk klien, kamu mungkin sadar betapa besar peran konten…
Jasa Penulisan Konten: Panduan Membuat Proposal, CV, Artikel, dan Editing Apa Sebenarnya Jasa Penulisan Konten?…
Pengalaman Jasa Penulisan Konten, Panduan Membuat Proposal, CV, Artikel, Editing Sejak beberapa tahun terakhir, aku…
Kisah Jasa Penulisan Konten Panduan Proposal CV Artikel dan Editing Apa itu Jasa Penulisan Konten…
Saya dulu sering kebingungan antara nulis sendiri atau mengalihkannya ke orang lain. Pagi-pagi bikin artikel,…